
Jangan Cintai Aku Melebihi Cintamu Kepada Allah
Bersama Dr. Elan Sumarna. M. Ag
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
لا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي
قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ
حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang
beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan
mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah
itu adalah golongan yang beruntung” [Al Mujadillah ayat
22]
Seseorang yang dikatakan mukmin didalam
hatinya ada iman yang wajib, iman yang wajib yang dimaksud adalah iman yang
dengannya ia melaksanakan amal sholih. Persoalan Iman ini atau ternamfikkannya
Iman dari seorang yang mengatakan mukmin tetapi dia saling bermawaddah (berkasih sayang) dengan orang-orang yang menentang
terhadap Allah dan Rasulnya maka dalam pandangan Allah yang seperti ini
tidaklah dikatakan seorang yang mukmin. Allah SWT mengabarkan dalam Q.S. Al Mujadillah ayat
22 bahwa jika iman
sudah berada didalam hati maka akan menghilangkan segala sesuatu hal yang
bertentangan dengan iman tersebut, itulah ciri prilaku hati. Jika iman ini
sudah melekat maka seharusnya kufur tidaklah menghinggapi orang-orang mukmin.
Jikapun ada orang-orang yang seperti itu
maka mereka dikatakan orang-orang yang fasiq. Jika ada seorang mu’min yang
mengaku beriman tetapi sejalan dengan itu ia bermawaddah dengan orang yang menentang terhadap Allah dan Rasulnya
melalui hatinya (tanpa paksaan – red.) orang yang seperti ini sesungguhnya
didalam hatinya tidak di isi dengan iman yang wajib. Dari ayat ini menunjukkan bahwa ciri seseorang dikatakan
beriman apabila ia tidak bermawaddah
dengan orang yang menentang terhadap Allah dan Rasulnya dan menghilangkan apa
yang menjadi kebalikan dari Iman itu (kekufuruan – red.). Dengan demikian jika
seseorang mengaku muslim tetapi ia bermawaddah
dengan musuh Allah (kafir-red.) dengan hatinya (tanpa paksaan – red.) maka hal
ini menjadi bukti bahwa dalam hatinya sudah tidak memiliki iman, karena ciri
dan hakikat Iman ialah meniadakan cinta pada selain-Nya.
Sebagaimana dalam ayat berikut surat Al
Maidah ayat 80-81
“Kamu
melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir
(musyrik). Sungguh amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka,
yaitu kemurkaan Allah kepada mereka dan mereka akan kekal dalam siksaan.
Sekiranya
mereka berIman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan
kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu
menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
fasik.” [QS Al Maidah: 80-81]
Didalam kelompok muslim ada orang-orang
munafiq yang didalam hatinya itu kafir. Diayat ini dijelaskan sangat tidak
mungkin seorang mu’min tetapi mereka berwalikan (mengangkat pemimpin – red.)
orang kafir kecuali dia orang munafiq atau orang muslim yang tersifati
sifat-sifat kemunkaran yang kemudian dikategorikan sebagai orang fasik. Lebih
jelasnya ayat ini menerangkan jika mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi
dan beriman kepada apa yang diturunkan
kepadanya (Al Quran) maka tidaklah mereka menjadikan orang-orang kafir itu sebagai wali
mereka akan tetapi kebanyakan dari mereka fasiq. Fasik itu bengkok, jalannya
tidak lurus. Diayat ini juga dijelaskan bahwa Iman yang wajib itu adalah
beriman kepada Allah, beriman kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan
kepadanya yaitu Al Quran.
Ditempat lain orang-orang sudah mulai
silau untuk mengangkat oang-orang kafir sebagai pemimpin dengan dalih
profesional lantas orang-orang lupa dengan ayat-ayat Al Quran yang telah
dijelaskan diatas. Ini yang mengakibatkan sebagian kaum muslimin kegelapan,
sehingga berujung pada Allah murka terhadap mereka. Berwalikan juga dapat
diartikan menjadikan teman dekat atau tempat curhat. Kesimpulannya, jika iman
terpenuhi yaitu beriman pada iman yang wajib maka konsekuensi logisnya ia tidak
akan menjadikan orang kafir sebagai walinya dan jika tidak demikian maka orang
seperti itu bukanlah orang mukmin tetapi orang muslim yang fasik karena iman
yang wajib tidak ditemui di dalam hatinya. Iman yang wajib itu adalah beriman
kepada Allah, beriman kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya
yaitu Al Quran termasuk sunnah didalamnya.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka
adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu
mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
Jika
kita berbicara tentang ilmu tafsir maka ayat ini sudah mukamat karena langsung
menunjuk pada Yahudi dan Nasrani. Jelas tidak diperbolehkannya seorang mukmin
menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpinnya.
Didalam
hadist juga dijelaskan tentang tasyabbuh. Dari Ibnu ‘Umar Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“
Baragsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
(H.R. Ahmad)
Diskusi
:
- Terkait hadist tasyabbuh diatas ada pendapat bahwa tasyabbuh terjadi apabila kita mengikuti atau meniru akidah mereka. Apakah jika kita mengikuti gaya hidup, pola makan dan lain sebagainya apakah itu juga termasuk tasyabbuh? Jawaban:
Masih
sejalan dengan ayat Al Quran tadi karena fungsi hadist menjelaskan ayat Al
Quran secara rinci. Terkait hal tadi sesungguhnya gaya hidup, pola makan dan
lain sebagainya merupakan refleksi dan cerminan dari akidah, karena itu
menirunya juga bagian dari mereka. Meniru ini maksudnya meniru dengan hal-hal
Syukuran
sebenarnya boleh saja jika bisa dipisah secara tajam perbedaannya. Jika tidak
terdapat suatu hal yang menjadi pembeda maka hal tersebut termasuk kedalam
tasyabbuh.
Bagaimana dengan ulang tahun
kelahiran nabi? Atau Muludan? Muludan itu tidak ada
hadist yang menjelaskannya. Namun muludan boleh dilakukan tapi harus dipertajam
perbedaannya dengan perayaan ulang tahun. Muludan berawal sejak jaman perang
salib dimana kaum muslimin sudah berbangga dengan budaya kebarat-baratan
sehingga hilang sosok figur seorang nabi. Karena itu diadakanlah mauludan dalam
rangka mempelajari kisah nabi, melekatkan kembali kepahlawanan nabi untuk bisa
menggugah semangat patrotisme dalam melawan kekafiran. Alhamdulillah dengan cara seperti itu Shollahudin Al Ayubi bisa
mengusir orang-orang kafir pada perang salib itu. Hari ini dikalangan remaja
idola dari sosok Rasulullah itu semakin luntur. Oleh karena itu secara budaya
(bukan secara syar’i) itu dibolehkan untuk kalangan awam karena mereka butuh
penjelasan lebih banyak tentang figur seorang Rasulullah yang hari ini idola
mereka bukan Rasul. Apalah jadinya jika dalam hati mereka (orang yang mengaku
muslim) tidak tahu figur Rasulullah, imannya semakin luntur ditambah dengan
terbawa arus hedonisme, matrealisme. Padahal Rasulullah itu adalah uswatun
hasanah (suritauladan yang paling baik). Dikalangan kita saja meneladani dan
mengikuti sunnah Rasulullah untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari itu
sesuatu yang sulit apalagi dikalangan remaja diluar sana. Jika sosok nabi tidak
dimunculkan dalam bentuk peringatan maka mereka akan semakin jauh. Apalagi
dijaman sekarang kita itu berperang dalam hal budaya dan pemikiran (Ghodzul Fikri) dengan orang kafir. Maka
secara pendekatan budaya (bukan secara syar’i) harus dimunculkan kehadapan
mereka sosok atau figur Rasulullah. Kalo dikalangan internal kita yang sudah
atau sedang berusaha memahami figur atau sosok suritauladan yang baik yaitu
Rasulullah, bentuknya atau arahnya mengakar pada pengharapan perjumpaan kita
dengan Allah dan takutnya akan hari akhir sehingga pendekatannya berbeda.
- Perbedaan orang fasik dan munafik itu apa?
Jawaban :
Diilihat dari prestasi
amal kaum muslimin itu ada 3 tingkatan :
Baik
|
Pengertian
|
Contoh
|
Muslim
|
Mereka yang
bermaksiat kepada Allah didalam kesadarannya dengan mengeahui mana yang halal
dan haram
|
Berjudi,
mendukung orang kafir menjadi pemimpin
|
Mukmin
|
Kaum mulimin
yang beriman dengan kukuh pada Iman yang Wajib
|
-
|
Mukhsin
|
Kaum mulimin
yang sudah kukuh dengan amalan Sunnah apalagi yang wajib
|
-
|
Munafik
adalah orang yang berpura-pura Iman tetapi dalam hatinya kafir. Mereka hidup
dilingkungan kaum muslimin. Kafir
adalah istilah bagi mereka yang betul-betul menampakkan pertentangannya kepada
Allah dan Rasulnya. Predikat Fasik dan Dzolim ini dapat dimiliki oleh kaum
muslimin maupun kafir. Kaum muslim yang terhinggapi sifat-sifat kemunafikan
yang apabila tidak segera taubat dengan sifat yang menempel tadi maka Iman yang
wajibnya terus digerogoti dan pada akhirnya dia ragu dengan kebenaran Allah
kebenaran nabi dan kebenaran Al Quran sehingga ia mendukung kekufuran daripada
keimanan oleh karena itu ia dzolim pada dirinya dan fasiq (bengkok jalannya). Dzolim artinya menganiaya diri sendiri.
Fasik kaitannya dengan jalan kalo dzolim dengan perbuatan. Orang kafir adalah
orang yang fasik. Orang muslim yang terhinggapi sifat-sifat kekafiran dan
kemunafikan disebut orang fasik.
Tetapi sepanjang dia masih mengenakan sabuk keislamannya dan tidak terucap dari
lisannya untuk menanggalkan islam maka kita tidak boleh menyebutnya sebagai
orang kafir.
- Bagaimana menjaga keimanan dan keistiqomahan diatas sunnah mengingat sekarang ini banyak fitnah?
Menjaga keistiqomahan
itu dengan 3 hal:
1) Mencari ilmu Agama (syar’i)
sebagai dasar karena fardu’ain. Ilmu agama merupakan jalan kita mencapai
syurga. Bodohnya kita pada ilmu agama maka tertutupnya kita menuju syurga.
Sementara ilmu umum adalah pelengkap untuk mempermudah dan beraktifitas menuju
syurga. Kita harus memahami aqidah yang
lurus (shohih) dan ibadah yang benar. Misalkan cara wudhu yang benar, cara
mandi wajib yang benar dan hal-hal yang wajib lainnya.
2) Melaksanakan amal-amal nafilah
(tambahan) seperti baca quran, shaum sunnah senin-kamis, shum
Daud, shalat malam dan lain sebagainya. Dan perbanyak amalan tambahan daripada
bermusik.
3) Harus berjamah.
Membuat sebuah lingkungan yang dapat meningkatkan keimanan. Kalo kita berperang
dengan lingkungan luar jika kita hanya sendiri maka rentan terbawa arus.
- Bagaimana menjaga keimanan?
Iman
itu bertambah dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah. Iman juga akan
berkurang dengan sebab kita bermaksiat kepada Allah. Maka harus di tafaquri
penyebab berkurangnya iman. Hal-hal yang spele
kelihatannya seperti makan sambil berdiri juga itu dapat menurunkan keimanan.
Sumber :
Kajian
Tafsir
Selasa,
11 Oktober 2016
Al Furqon UPI Bandung
0 komentar