Senin, 17 Oktober 2016

Jangan Cintai Aku Melebihi Cintamu Kepada Allah



Jangan Cintai Aku Melebihi Cintamu Kepada Allah
Bersama Dr. Elan Sumarna. M. Ag


 اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ


لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung” [Al Mujadillah ayat 22]

Seseorang yang dikatakan mukmin didalam hatinya ada iman yang wajib, iman yang wajib yang dimaksud adalah iman yang dengannya ia melaksanakan amal sholih. Persoalan Iman ini atau ternamfikkannya Iman dari seorang yang mengatakan mukmin tetapi dia saling bermawaddah (berkasih sayang) dengan orang-orang yang menentang terhadap Allah dan Rasulnya maka dalam pandangan Allah yang seperti ini tidaklah dikatakan seorang yang mukmin. Allah SWT mengabarkan dalam Q.S. Al Mujadillah ayat 22 bahwa jika iman sudah berada didalam hati maka akan menghilangkan segala sesuatu hal yang bertentangan dengan iman tersebut, itulah ciri prilaku hati. Jika iman ini sudah melekat maka seharusnya kufur tidaklah menghinggapi orang-orang mukmin.
Jikapun ada orang-orang yang seperti itu maka mereka dikatakan orang-orang yang fasiq. Jika ada seorang mu’min yang mengaku beriman tetapi sejalan dengan itu ia bermawaddah dengan orang yang menentang terhadap Allah dan Rasulnya melalui hatinya (tanpa paksaan – red.) orang yang seperti ini sesungguhnya didalam hatinya tidak di isi dengan iman yang wajib. Dari ayat ini  menunjukkan bahwa ciri seseorang dikatakan beriman apabila ia tidak bermawaddah dengan orang yang menentang terhadap Allah dan Rasulnya dan menghilangkan apa yang menjadi kebalikan dari Iman itu (kekufuruan – red.). Dengan demikian jika seseorang mengaku muslim tetapi ia bermawaddah dengan musuh Allah (kafir-red.) dengan hatinya (tanpa paksaan – red.) maka hal ini menjadi bukti bahwa dalam hatinya sudah tidak memiliki iman, karena ciri dan hakikat Iman ialah meniadakan cinta pada selain-Nya.

Sebagaimana dalam ayat berikut surat Al Maidah ayat 80-81

“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sungguh amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka dan mereka akan kekal dalam siksaan.
Sekiranya mereka berIman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” [QS Al Maidah: 80-81]

Didalam kelompok muslim ada orang-orang munafiq yang didalam hatinya itu kafir. Diayat ini dijelaskan sangat tidak mungkin seorang mu’min tetapi mereka berwalikan (mengangkat pemimpin – red.) orang kafir kecuali dia orang munafiq atau orang muslim yang tersifati sifat-sifat kemunkaran yang kemudian dikategorikan sebagai orang fasik. Lebih jelasnya ayat ini menerangkan jika mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi dan  beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al Quran) maka tidaklah mereka menjadikan orang-orang kafir itu sebagai wali mereka akan tetapi kebanyakan dari mereka fasiq. Fasik itu bengkok, jalannya tidak lurus. Diayat ini juga dijelaskan bahwa Iman yang wajib itu adalah beriman kepada Allah, beriman kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya yaitu Al Quran.
Ditempat lain orang-orang sudah mulai silau untuk mengangkat oang-orang kafir sebagai pemimpin dengan dalih profesional lantas orang-orang lupa dengan ayat-ayat Al Quran yang telah dijelaskan diatas. Ini yang mengakibatkan sebagian kaum muslimin kegelapan, sehingga berujung pada Allah murka terhadap mereka. Berwalikan juga dapat diartikan menjadikan teman dekat atau tempat curhat. Kesimpulannya, jika iman terpenuhi yaitu beriman pada iman yang wajib maka konsekuensi logisnya ia tidak akan menjadikan orang kafir sebagai walinya dan jika tidak demikian maka orang seperti itu bukanlah orang mukmin tetapi orang muslim yang fasik karena iman yang wajib tidak ditemui di dalam hatinya. Iman yang wajib itu adalah beriman kepada Allah, beriman kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya yaitu Al Quran termasuk sunnah didalamnya.


Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Jika kita berbicara tentang ilmu tafsir maka ayat ini sudah mukamat karena langsung menunjuk pada Yahudi dan Nasrani. Jelas tidak diperbolehkannya seorang mukmin menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpinnya.

Didalam hadist juga dijelaskan tentang tasyabbuh. Dari Ibnu ‘Umar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“ Baragsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (H.R. Ahmad)

Diskusi : 
  • Terkait hadist tasyabbuh diatas ada pendapat bahwa tasyabbuh terjadi apabila kita mengikuti atau meniru akidah mereka. Apakah jika kita mengikuti gaya hidup, pola makan dan lain sebagainya apakah itu juga termasuk tasyabbuh? Jawaban:
Masih sejalan dengan ayat Al Quran tadi karena fungsi hadist menjelaskan ayat Al Quran secara rinci. Terkait hal tadi sesungguhnya gaya hidup, pola makan dan lain sebagainya merupakan refleksi dan cerminan dari akidah, karena itu menirunya juga bagian dari mereka. Meniru ini maksudnya meniru dengan hal-hal
Syukuran sebenarnya boleh saja jika bisa dipisah secara tajam perbedaannya. Jika tidak terdapat suatu hal yang menjadi pembeda maka hal tersebut termasuk kedalam tasyabbuh.
Bagaimana dengan ulang tahun kelahiran nabi? Atau Muludan? Muludan itu tidak ada hadist yang menjelaskannya. Namun muludan boleh dilakukan tapi harus dipertajam perbedaannya dengan perayaan ulang tahun. Muludan berawal sejak jaman perang salib dimana kaum muslimin sudah berbangga dengan budaya kebarat-baratan sehingga hilang sosok figur seorang nabi. Karena itu diadakanlah mauludan dalam rangka mempelajari kisah nabi, melekatkan kembali kepahlawanan nabi untuk bisa menggugah semangat patrotisme dalam melawan kekafiran. Alhamdulillah dengan cara seperti itu Shollahudin Al Ayubi bisa mengusir orang-orang kafir pada perang salib itu. Hari ini dikalangan remaja idola dari sosok Rasulullah itu semakin luntur. Oleh karena itu secara budaya (bukan secara syar’i) itu dibolehkan untuk kalangan awam karena mereka butuh penjelasan lebih banyak tentang figur seorang Rasulullah yang hari ini idola mereka bukan Rasul. Apalah jadinya jika dalam hati mereka (orang yang mengaku muslim) tidak tahu figur Rasulullah, imannya semakin luntur ditambah dengan terbawa arus hedonisme, matrealisme. Padahal Rasulullah itu adalah uswatun hasanah (suritauladan yang paling baik). Dikalangan kita saja meneladani dan mengikuti sunnah Rasulullah untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari itu sesuatu yang sulit apalagi dikalangan remaja diluar sana. Jika sosok nabi tidak dimunculkan dalam bentuk peringatan maka mereka akan semakin jauh. Apalagi dijaman sekarang kita itu berperang dalam hal budaya dan pemikiran (Ghodzul Fikri) dengan orang kafir. Maka secara pendekatan budaya (bukan secara syar’i) harus dimunculkan kehadapan mereka sosok atau figur Rasulullah. Kalo dikalangan internal kita yang sudah atau sedang berusaha memahami figur atau sosok suritauladan yang baik yaitu Rasulullah, bentuknya atau arahnya mengakar pada pengharapan perjumpaan kita dengan Allah dan takutnya akan hari akhir sehingga pendekatannya berbeda.

  • Perbedaan orang fasik dan munafik itu apa?
Jawaban :
Diilihat dari prestasi amal kaum muslimin itu ada 3 tingkatan :
Baik
Pengertian
Contoh
Muslim
Mereka yang bermaksiat kepada Allah didalam kesadarannya dengan mengeahui mana yang halal dan haram
Berjudi, mendukung orang kafir menjadi pemimpin
Mukmin
Kaum mulimin yang beriman dengan kukuh pada Iman yang Wajib
-
Mukhsin
Kaum mulimin yang sudah kukuh dengan amalan Sunnah apalagi yang wajib
-

Munafik adalah orang yang berpura-pura Iman tetapi dalam hatinya kafir. Mereka hidup dilingkungan kaum muslimin. Kafir adalah istilah bagi mereka yang betul-betul menampakkan pertentangannya kepada Allah dan Rasulnya. Predikat Fasik dan Dzolim ini dapat dimiliki oleh kaum muslimin maupun kafir. Kaum muslim yang terhinggapi sifat-sifat kemunafikan yang apabila tidak segera taubat dengan sifat yang menempel tadi maka Iman yang wajibnya terus digerogoti dan pada akhirnya dia ragu dengan kebenaran Allah kebenaran nabi dan kebenaran Al Quran sehingga ia mendukung kekufuran daripada keimanan oleh karena itu ia dzolim pada dirinya dan fasiq (bengkok jalannya). Dzolim artinya menganiaya diri sendiri. Fasik kaitannya dengan jalan kalo dzolim dengan perbuatan. Orang kafir adalah orang yang fasik. Orang muslim yang terhinggapi sifat-sifat kekafiran dan kemunafikan disebut orang fasik. Tetapi sepanjang dia masih mengenakan sabuk keislamannya dan tidak terucap dari lisannya untuk menanggalkan islam maka kita tidak boleh menyebutnya sebagai orang kafir.

  • Bagaimana menjaga keimanan dan keistiqomahan diatas sunnah mengingat sekarang ini banyak fitnah?
Menjaga keistiqomahan itu dengan 3 hal:
1)      Mencari ilmu Agama (syar’i) sebagai dasar karena fardu’ain. Ilmu agama merupakan jalan kita mencapai syurga. Bodohnya kita pada ilmu agama maka tertutupnya kita menuju syurga. Sementara ilmu umum adalah pelengkap untuk mempermudah dan beraktifitas menuju syurga. Kita harus memahami aqidah yang lurus (shohih) dan ibadah yang benar. Misalkan cara wudhu yang benar, cara mandi wajib yang benar dan hal-hal yang wajib lainnya.
2)      Melaksanakan amal-amal nafilah (tambahan) seperti baca quran, shaum sunnah senin-kamis, shum Daud, shalat malam dan lain sebagainya. Dan perbanyak amalan tambahan daripada bermusik.
3)      Harus berjamah. Membuat sebuah lingkungan yang dapat meningkatkan keimanan. Kalo kita berperang dengan lingkungan luar jika kita hanya sendiri maka rentan terbawa arus.

  • Bagaimana menjaga keimanan?
Iman itu bertambah dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah. Iman juga akan berkurang dengan sebab kita bermaksiat kepada Allah. Maka harus di tafaquri penyebab berkurangnya iman. Hal-hal yang spele kelihatannya seperti makan sambil berdiri juga itu dapat menurunkan keimanan.


Sumber :
Kajian Tafsir
Selasa, 11 Oktober 2016
Al Furqon UPI Bandung

Load disqus comments

0 komentar