Selasa, 07 Juni 2016

Meraih Pahala Besar dengan Sedikit Beramal

Bismillah,
Kawan, kita semua meyakini bahwasanya kehidupan akhirat lebih baik dari pada kehidupan dunia.
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْأُولَىٰ
“Dan sungguh akhirat itu lebih baik dari pada permulaan (kehidupan dunia).” (QS Adh-Dhuha : 4)
Maka kita sebagai kaum mukminin yang beriman kepada Allah dan adanya kehidupan di akhirat hendaknya selalu berusaha untuk mencari pahala dan meraih pahala yang besar sebagai bekal agar kita bisa selamat dan bahagia di akhirat kelak.


Dalam rangka meraih pahala yang besar tentu diperlukan ilmu bagaimana cara mendapatkan pahala yang besar tersebut. Seperti halnya mencari uang yang perlu ilmu (bahkan ada diantara kita sekolah bertahun-tahun dalam rangka mencari uang setelah lulus), seorang yang berbisnis untuk mengumpulkan uang pula butuh ilmu agar bisnisnya bisa sukses dan berhasil. Begitupun dengan mencari pahala kawan, butuh akan ilmu dan kita semua wajib mempelajari ilmu tersebut.

Coba kita perhatikan orang yang mencari uang dengan ilmu dengan orang yang mencari uang namun hanya sebatas mengandalkan kekuatan badan. Mana kira-kira yang akan mendapatkan uang yang lebih banyak? Kita pasti akan menjawab yang dengan ilmu (iya apa tidak?). Contoh: ada seorang kuli bangunan yang bekerja dengan keras dari pagi sampai sore dengan mengandalkan tenaganya, kemudian ada seorang konsultan bangunan yang kerjanya hanya duduk manis melayani clientnya. Kira-kira mana yang gajinya lebih besar. Kuli bangunan atau konsultan bangunan? jelas kita akan menjawab konsultan bangunan gajinya lebih besar walaupun kerjanya mungkin hanya beberapa jam didalam ruangan yang ber-ac pula. Mengapa bisa demikian? Jawabannya karena kuli bangunan hanya mengandalkan kekuatan fisik, sementara konsultan berkerja dengan ilmunya. Sehingga hasilnya jelas akan berbeda antara orang yang berkerja hanya dengan kekuatan fisiknya dengan yang berkerja dengan ilmu yang ia miliki.

Begitupun dalam kita beramal kawan. Kita beramal dengan harapan mendapatkan pahala yang besar. Kita butuh ilmu. Tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan fisik misalkan shalat sebanyak-banyaknya, tilawah sebanyak-banyaknya atau dzikir sebanyak-banyaknya atau puasa sebanyak-banyaknya. Dalam rangka kita mencari pahala yang besar tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan fisik semata. Kita butuh ilmu. Sekali lagi kita butuh ilmu kawan. Dengan ilmu kita tahu kapan suatu amal menjadi berpahala besar jika dilakukan, dengan ilmu kita tahu bagaimana pelaksanaan suatu amal agar berpahala besar walaupun pengerjaannya mungkin tidak begitu keras dan melelahkan. Beramal dengan ilmu walaupun ringan bisa jadi mengalahkan orang yang beramal banyak tanpa ilmu (tanpa mengurangi esensi memperbanyak amal ya,, awas jangan salah faham ini)

Maka dari itu, dalam kesempatan kali ini kita akan membahas beberapa trik dan tips atau kiat-kita agar amal kita berbuah pahala yang besar. Tulisan ini sekaligus menjadi panduan bagi penulis secara khusus dan semoga kawan-kawan semua bisa mengambil faidah dan manfaat dari tulisan ini.

Pertama, memahami apa syarat diterimanya amal

Syarat diterimanya amal adalah yang pertama kali perlu kita ketahui dalam rangka memperbaiki amal kita agar berpalaha besar. Contoh misal ada seorang yang shalat subuh, karena saking semangatnya dia lakukan shalat subuh 10 rakaat. Kira-kira diterima apa tidak shalat subuhnya? Atau contoh lain orang yang shalat zuhur 4 rakaat tapi tidak wudhu. Diterima apa tidak shalatnya? Jelas tidak. Contoh lain shalat menggunakan celana yang merecet (baca: sempit dan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh). Diterima tidak shalatnya? Tidak juga kawan karena hal tersebut belum termasuk menutup aurat padahal syarat sah shalat kan harus menutup aurat (point ini perlu diperhatikan nih, karena masih banyak orang yang pake celana ketat pas shalat). Perhatikan contoh-contoh diatas. Kenapa semua amalnya tidak diterima? Karena tidak memahami syarat diterimanya amal. Maka amatlah penting bagi kita semua mengetahui ilmu tentang syarat diterimanya amal.

Adapun syarat diterimanya amal kita semua sudah tahu insyaa Allah. Ya, yang pertama ikhlash karena Allah dan kedua sesuai dengan tuntunan/contoh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dalilnya dalam surah Al-Kahfi ayat 110,
فَمَنكَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS Al-Kahfi : 110)
Para ulama mentafsirkan suatu amal disebut amal shaleh jika dilakukan sesuai dengan contoh yang dipraktikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.  Dan makna jangan mempersekutukan Allah dalam beribadah artinya ibadah semata-mata ikhlash dilakukan hanya untuk Allah subhanahu wa ta’alaa.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya mengenai ayat ini,
وهذان ركنا العمل المتقبل . لا بد أن يكون خالصا لله ، صوابا على شريعة رسول الله صلى الله عليه وسلم
Kedua hal tersebut (Ikhlash dan sesuai syari’at Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam-pent) merupakan rukun amal yang maqbul (diterima). Yaitu harus benar-benar tulus karena Allah dan harus sesuai dengan syari’at Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam

Jelaslah sudah syarat diterimanya amal atau syarat suatu amal itu berpahala jika terkumpul dua rukun (syarat) ini. Jika satu dari keduanya tidak ada maka tidak diterima amalnya. Misalkan seorang beribadah benar-benar ikhlash mengharap Ridha Allah subhanahu wa ta’alaa namun dalam pengerjaannya tidak sesuai dengan sunnah atau contoh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kira-kira diterima apa tidak amalnya? Ingat dia ikhlashnya gak ketulungan, ikhlash banget deh. Ini jawabannya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
 مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengamalkan suaru perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak.” (Muttafaqun ‘alaih)
Maka mengamalkan sesuatu dalam agama dengan niat beribadah seikhlash apapun jika tatacara pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang dicontohkan Rasul atau yang diperintahkan Rasul jelas amalan itu tidak diterima dan tertolak.

Ada sedikit analogi tentang hal ini. Misal kamu punya perusahaan pembuat peralatan sekolah. Suatu ketika sekolah A memesan kursi dan meja sekolah 1000 set. Sekolah tersebut ketika memesan menyampaikan spesifikasi (mulai dari bahannya, ukurannya, warnanya dan lain sebagainnya) kursi dan meja yang dipesannya. Ketika telah selesai dibuat 1000 set kamu kirim ke sekolah yang memesan tadi akan tetapi spesifikasi yang kamu kirim tidak sesusai dengan pesanan. Kira-kira apakah sekolah akan menerima kursi dan meja buatanmu atau menolak? Jawabannya pasti sekolah tersebut akan menolak karena kursi dan meja yang datang tidak sesuai dengan pesanan. Demikian pula ibadah kawan. Ibadah itu hak Allah. Allah ingin diibadahi sesuai dengan yang Allah inginkan dan ridhoi. Ketika Allah menyuruh kita beribadah, lalu kita beribadah tidak sesuai dengan sifat ibadah yang Allah inginkan maka ibadah itu akan tertolak.

Kebalikkannya misal ada orang yang ibadah sesuai dengan syariat yang Rasul contohkan akan tetapi ia beribadah tidak ikhlash karena Allah. Bisa jadi karena ada akhwat lewat, ia beribadah dengan khusu’ dengan sesuai syariat akan tetapi dalam hatinya ia melakukan semua itu karena ingin dipuji oleh akhwat yang lewat tersebut. Diterima apa tidak amalnya? Tidak diterima ya Akhi.

Maka camkan dalam diri kita, hal pertama yang harus kita perhatikan agar amalan kita diterima oleh Allah dan berbuah pahala adalah amalan yang memenuhi dua syarat ini. Ikhlash semata-mata mengharap ridho Allah dan tatacaranya sesuai dengan yang Rasul contohkan.

Dari poin pertama ini kita juga bisa mengambil faidah perlunya kita mempelajari amalan-amalan yang sesuai dengan sunnah Rasul yang sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Pelajari Sifat Wudhu Nabi, Sifat Shalat Nabi, cara berzikir yang sesuai dengan yang Rasul contohkan dan amal-amal yang lainnya pastikan amal kita ilmiah (ada landasannya dari syari’at jangan sampai kita melaksanakan hal yang ternyata bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Karena perlu kawan semua ketahui ikhlash saja tidak bisa merubah peruatan buruk menjadi baik. Contoh korupsi dengan niat hasil korupsi untuk disumbangkan ke fakir miskin atau ke masjid. Niat yang ikhlash untuk membantu fakir miskin atau untuk masjid tidak bisa merubah hokum korupsi yang buruk menjadi baik.

Kedua, ketahuilah kita tidak akan mendapat pahala keculi dengan niat

Hhm… apa bedanya dengan poin pertama? (ikuti terus artikel baqi.or.id jika ada kesempatan insyaa Allah akan dibahas di artikel selanjutnya beserta poin-poin lainnya)



Referensi:
Software Ayat (Teks Arab, Terjemah dan Tafsir)
Software Lidwa Pusaka i-Software – Kitab 9 Imam Hadits
Terinspirasi Ceramah Ustadz Abu Yahya Badrussalam, Lc berjudul Meraih Pahala Dengan Amalan Ringan


Ditulis oleh Irfan Abu Ibrahim

Malam yang sunyi @Asrama dari langit Mesjid Besar At-Taqwa KPAD Gegerkalong Girang Bandung
Load disqus comments

0 komentar