![]() |
via: liputan6 |
Bagaimana kabar sahabat sekalian? Semoga tetap dalam kesehatan. Tak terasa ya kita sudah menginjak hari keempat dibulan Ramadhan tahun ini. Hari-hari kebelakang menjadi catatan intropeksi bagi kita semua untuk terus meningkatkan amal kebaikan di hari-hari berikutnya.
Pada #Ramadhan Series 02 kemarin kita sudah membahas sedikit tentang sahur. Nah, pada series 03 ini kita akan mencoba membahas tentang Tata Cara Buka Puasa. . . bahasan yang sederhana tapi #please! Jangan remehkan masalah ini. Kenapa? Karena ini bulan Ramadhan bro. Jangan sampai ada satu amalanpun yang kita remehkan di Bulan ini (ini bukan berarti dibulan lain kita boleh meremehkan amal loh ya… tapi maksudnya di bulan Ramadhan ini harus lebih diperhatikan dan maksimalkan amalan-amalannya).
Adapun bahasan mengenai Tata Cara Buka Puasa ini terdiri dari empat bagian, pertama mengenai waktu berbuka, kedua dengan apa kita berbuka, ketiga do’a berbuka puasa yang benar, dan keempat urutan berbuka. Mari kita bahas satu demi satu point-point tersebut.
Pertama, Dianjurkan menyegerakan berbuka begitu matahari terbenam (adzan magrib berkumandang)
Salahsatu keindahan Islam adalah memberikan kemudahan dan tidak memberatkan kepada pemeluknya. Sebagaimana telah kita jelaskan di series 02 bahwa kita sangat dianjurkan untuk mengakhirkan sahur, dan ternyata dalam hal berbuka kita juga sangat dianjurkan untuk menyegerakan berbuka ketika matahari telah tebenam. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Islam memang indah dan mudah, yang kadang mengesankan islam itu susah dan berat biasanya timbul dari perilaku yang menyalahi aturan syariat seperti memperberat diri dengan mengawalkan sahur (jam 2 atau jam 3 sudah sahur padahal subuh jam 4.40) dan mengakhirkan berbuka. Perilaku ini termasuk berlebih-lebihan yang tidak sesuai syariat dalam menjalankan agama. Dan perbuatan ini (mengakhirkan berbuka) adalah salahsatu kebiasaan kaum Nasrani dan Yahudi. Sehingga mengawalkan berbuka selain mengamalkan sunnah Rasul, hal ini juga dalam rangka menyelisihi puasanya kaum Nasrani dan Yahudi. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,لاَ يَزَالُ النّاَسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ“Manusia akan tetap dalam kebaikkan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” (HR. Bukhari no. 1957, Muslim no. 1098, Tirmidzi no. 695)
Termasuk kaum yang sering mengakhirkan berbuka adalah kaum Syiah. So, mari kita segerakan berbuka ketika matahari sudah terbenam (ketika berkumandangan adzan magrib)لاَ يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ“Islam tetap terus jaya ketika manusia menyegerakan waktu berbuka karena Yahudi dan Nashrani sering mengakhirkannya.” (HR. Abu Daud no. 2352 dan Ahmad 2: 450. Hadits ini hasan kata Syaikh Al Albani).
Kedua, Berbukalah dengan yang mudah
Salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia adalah menyediakan makanan untuk berbuka yang mewah, terkadang makanan-makanan tersebut begitu sulit untuk didapatkan, harus pergi ketempat yang jauh untuk membelinya atau harus bersusah payah dalam membuatnya. Dan tak jarang juga makanan untuk berbuka begitu banyak, tak jarang makanan-makanan tersebut tersisa (tak termakan) dan akhirnya dibuang (#mubadzir kan?, hhm..). Tidak ada larangan memang menyediakan makanan untuk berbuka dengan makanan yang mewah, mahal dan banyak. Namun jika memberatkan dan shifatnya malah menghambur-hamburkan makanan, menghambur-hamburkan uang, silahkan sahabat pikir-pikir ulang!. Rasulullah teladan kita telah mencontohkan kepada kita kebiasaan beliau dalam berbuka,
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
Lihat! Bagaimana Rasul berbuka. Beliau biasa berbuka dengan kurma basah. Jika kurma basah tidak ada, beliau tidak memaksakan harus ada, beliau yang mulia mengganti dengan kurma yang kering. Dan ketika kurma keringpun tidak ada beliau mencukupkan diri berbuka dengan seteguk air. Mudah bukan?كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthob (kurma basah), maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3: 164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Ketiga, Do’a berbuka puasa yang benar
Kita mungkin sering melihat setiap hari di Televisi setelah adzan magrib selalu ada orang yang membacakan do’a berbuka puasa (bahkan menyanyikannya) sebagai berikut,
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت
”Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka.”
Atau
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت
“Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka).”
Ada juga yang menambahkan dengan بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
“Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka Dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang.”
Lafadz pertama dari do’a diatas diambil dari hadits berikut,
Adapun status hadits ini para ulama menilai hadits ini adalah hadits yang dha’if (lemah). Karena hadits ini datang dari Mu’adz bin Zuhrah, dimana Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang tabi’in (tidak bertemu dengan Rasulullah), sehingga hadits ini dikategorikan sebagai hadits mursal (tidak ada perawi sahabat di atas tabi’in, dari tabi’in langsung kepada Rasulullah padahal tabi’in tidak bertemua dengan Rasulullah). Dalam ilmu hadits, hadits mursal merupakan hadits dha’if karena sanad yang terputus (untuk lebih jelasnya silahkan sahabat baca penjelasan para ulama mengenai hadits ini).عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ“Dari Mu’adz bin Zuhrah, sesungguhnya telah sampai riwayat kepadanya bahwa sesungguhnya jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau membaca (doa), ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu’ (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka).” (HR. Abu Daud no. 2358).
Hadits semacam ini selain di riwayatkan dari Mu’adz bin Zuhrah juga ada yang di riwayatkan dari Ath Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perawi dha’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, dia dinilai sebagai seorang perawi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dha’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dha’if. (Irwaul Gholil, 4/37-38)
Kita bisa simpulkan bahwa penjelasan para ulama mengenai hadits untuk lafadz do’a yang pertama adalah berasal dari hadits yang dha’if, sehingga hendaknya kita tidak mesandarkan amal kita pada hadits tersebut. Adapun penambahan pada lafadz kedua dan lafadz ketiga hal ini tidak ada dasarnya dalam hadits-hadits yang shahihah. Wallahu a’lam
Do’a berbuka puasa yang benar adalah sebagaimana yang tercantum dalam hadits berikut ini,
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabadh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Timbul pertanyaan, Bukankah berdo’a tidak dilarang? So, boleh dong berbuka dengan membaca do’a Allahumma laka sumtu …?
Ya, memang do’a tidak dilarang asalkan isi do’a tersebut tidak mengandung keburukan. Dan kita akui bahwa do’a Allahumma laka sumtu… isinya adalah kebaikan. Lalu kenapa kita harus menggunakan do’a Dzahabadh zhoma’u… ketika berbuka?
Setidaknya ada dua alasan untuk menjawab pertanyaan ini.
Pertama, selama masih ada hadits yang lebih kuat kenapa kita harus mengamalkan yang dha’if (lemah)??
Kedua, yang menjadi masalah adalah pengkhususannya membaca do’a Allahumma laka sumtu ketika berbuka.
Ketika berbuka tidak dilarang membaca do’a apapun bahkan kita dianjurkan untuk memperbanyak berdo’a tatkala itu (waktu berbuka). Akan tetapi jika mengkhususkan membaca do’a tertentu dalam satu waktu maka hal ini membutuhkan dalil yang kuat yang mengkhususkannya. Jika ada dalil yang mengkhususkan maka bolehlah do’a tersebut dikhususkan. Jika tidak ada dalil maka tidak boleh dikhususkan. Maka kita perlu cari adakah do’a khusus yang jelas dalil kuat? Jika ada, maka do’a itulah (yang dalilnya lebih kuat) yang kita amalkan. Wallahu a’lam
Keempat, Urutan berbuka
Point terakhir dari pembahasan kita tentang berbuka adalah urutan berbuka (berdo’a dulu kah? Makan dulu kah? Atau bagaimanakah?)
Jika kita melihat dari dzahir do’a yang dibaca oleh Rasulullah ketika berbuka,
Perhatikan dalam do’a tersebut disebutkan Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah. Dzahir do’a ini dibaca setelah berbuka. Tidaklah Rasa haus telah hilang dari seorang yang berpuasa kecuali ia telah berbuka, sehingga urat-uratnyapun basah (Hal ini senada dengan yang ditegaskan Syiakh Ibnu Utsaimin)ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ“Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah”
Dari sini kita bisa ambil sebuah kesimpulan urutan berbuka sebagai berikut
Mengucapkan Bismillah (sebagai do’a sebelum makan atau minum)
Makan kurma basah/kurma kering/seteguk air
Membaca do’a
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Shalat magrib (berjamaah di masjid untuk laki-laki)
Demikian Sahabat Qur’ani sekalian #Ramadhan Series 03 : Tata Cara Berbuka Puasa. Semoga bermanfaat dan selamat mengamalkan. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan (#mohon kritik dan sarannya)
Wallahu a’lam
Ditulis oleh: Irfan Abu Ibrahim
Di pagi cerah nan indah @Asrama dari langit Masjid At-Taqwa KPAD Gerlong Girang
Irfan Abu Ibrahim
Penulis di Catatan Hikmah
0 komentar