Senin, 21 Maret 2016

Jangan Mencela Pelajaran Matematika!

Bismillah wa sholatu wa salamu a’la Rasulillah.

Sering kita mendengar bahwasanya segelintir orang melakukan hal yang tidak biasa seperti orang kebanyakan, atau bersikap aneh karena menyelisihi dengan kebanyakan orang. Hal tersebut jelas akan menimbulkan pertanyaan bagi kita, bahkan tidak dipungkiri bahwa kita terkadang berprasangka kepada orang tersebut. Salah satu contohnya yaitu ketika kita melihat seseorang yang sangat berlebihan dalam beragama, menganggap ini haram, itu haram, ini dilarang itu dilarang. Bahkan orang tersebut terkadang banyak mencampuri urusan orang lain (sok ustadz, sok nasihatin) dan terkadang sombong dan tidak mau berbaur. Hal tersebut secara otomatis membuat kita menganggap orang tersebut Fanatik. Sedangkan dibenak kita kata fanatik itu identik dengan hal-hal yang negatif. Akan tetapi jika kita ditanya, “Fanatik dalam hal apa?” Maka terkadang kita sulit untuk menjawabnya. Maka dari itu kita perlu tahu terlebih dahulu apa itu definisi dari fanatik.

Fanatik dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), yaitu teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap ajaran (politik, agama , dsb). Dari definisi tersebut kita mengetahui bahwa fanatik itu tidak sepenuhnya negatif, tergantung apa yang orang tersebut fanatikkan. Jika fanatik kepada hal yang tercela maka itu jelas negatif , contoh fanatik terhadap golongan, fanatik terhadap diri sendiri, atau fanatik terhadap pemahaman yang telah diketahui salah. Akan tetapi, jika fanatik terhadap kebaikan maka justru itu sangat dianjurkan karena hal tersebut adalah hal positif. Begitu juga dalam beragama, Islam adalah agama yang telah Allah ridhoi dan islam telah mengatur untuk setiap perkara dalam kehidupan manusia, baik hal kecil sekalipun. Bahkan Allah memerintahkan kita untuk masuk islam secara menyeluruh. Allah berfirman dalam surat Al-Baqaroh ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Dalam ayat tersebut sangat jelas perintah Allah untuk masuk islam secara menyeluruh, maka konsekuensinya kita dituntut untuk mengikuti segala sesuatu hukum yang ada dalam islam. Sedangkan jika kita tidak melaksanakannya maka kita telah mengkhianati Allah serta tidak yakin sepenuhnya terhadap islam. Na’udlubillah. Jika ada yang bertanya, “Separah itukah?”, kita jawab, “Ya”. Bayangkan saja jika kita mendapatkan beasiswa kemudian si pemberi beasiswa tersebut menginginkan kita lulus dengan nilai memuaskan. Akan tetapi kita kuliah asal-asalan dan malah tidak sampai lulus. Pasti si pemberi beasiswa akan merasa sangat kecewa, bahkan merasa dikhianati. Sebab, pemberi beasiswa telah memberikan uang kepada orang tersebut. Lantas bagaimana dengan Allah? Allah telah memberikan kita kesehatan, ketenangan, makanan, minuman bahkan segala-galanya yang ada dalam diri kita adalah pemberian dari Allah, lalu kita tidak mau mentaati perintah Allah dan malah beragama dengan sekedarnya, bukankah hal tersebut sangat keterlaluan?

Maka dari itu selayaknya kita berusaha untuk mentaati segala aturan dalam islam sebagai tanda ta’at dan syukur kepada Allah. Adapun jika orang-orang menganggap kita fanatik maka hiraukan saja, bahkan justru semestinya kita bangga dan bahagia, bukankah Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam telah mengabarkan hal ini, dalam sebuah riwayat beliau bersabda: “Islam berawal dari asing (yaitu jaman di mekah dahulu) dan di akhir jaman akan kembali asing, maka beruntunglah orang yang asing karena tuba (sebuah pohon di surga) bagi mereka”. Kalau kita mendapatkan pohon surga otomatis kita berada di surga, bayangkan orang yang terasing karena menta’ati Allah dan Rasulnya dijanjikan surga. Terlebih lagi karena manusia terbaik yaitu Rasulullah salallahu a’laihi wasalam adalah orang yang paling ta’at kepada Allah bahkan beliau menta’ati semua perintah Allah. Sebagai bukti dalam sebuah riwayat ketika Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam maka Aisyah menjawab bahwasanya akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Hal itu sungguh jelas membuktikan bahwa beliau mengamalkan Al-Qur’an semuanya. Lantas adakah yang berani menganggap Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam fanatik?

Begitupula dengan orang-orang yang berusaha mengikuti beliau, mereka berusaha mengamalkan segala perintah Allah baik itu dalam Al-Qu’ran maupun dari perkataan dan perbuatan Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam. Mereka berusaha keras untuk mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat yang kurang mendalami Ilmu agama, sehingga ketika orang tersebut mengamalkan ibadah yang masyarakat menganggapnya baru melihatnya, orang-orang tersebut dituduh fanatik, tanpa ada upaya dari masyarakat mencari tahu tentang ibadah tersebut. Padahal ibadah tersebut disyariatkan oleh Islam hanya saja masyarakat tidak tahu dan tidak mahu tahu. Hal tersebut sama halnya dengan orang yang tidak mau mempelajari matematika akan tetapi mereka mencela matematika karena mereka menganggap sulit. Padahal bagi mereka yang tahu rumus-rumusnya serta cara menyelesaikannya, matematika adalah pelajaran yang mudah. Maka dari itu tidak selayaknya kita menuduh seseorang fanatik dalam artian negatif kepada orang yang berbeda dengan orang kebanyakan. Karena bisa jadi kita belum tahu bahwa mereka sedang melaksanakan keta’atan kepada Allah sedangkan kita lalai terhadapnya.



Demikianlah beberapa tinta dari pena kasih sayang yang penulis goreskan. Semoga tulisan ini menjadi pengingat agar kita tidak berprasangka buruk terhadap sesama muslim, padahal berprasangka buruk adalah perbuatan dosa. Adapun solusi yang penulis sarankan agar terhindar dari hal-hal diatas, maka marilah kita menuntut Ilmu Syar’i (ilmu agama) karena dengan kita mengetahi islam dengan benar dan mendalam, maka kita akan tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar terlebih lagi dengan Ilmu Syar’i kita akan mengetahui jalan menuju syurga. Karena dalam hidup ini kita harus memilih syurga ataukah neraka?



Lembang, 1 Desember 2014-12-01
Arie Septiana
Editor: Selly Listiani
Load disqus comments

0 komentar