Kamis, 24 Maret 2016

Apa Kabar Hati? Apa Kabar Iman Hari Ini?

Minggu kemarin bahkan sampai minggu ini saya rasa hampir semua mahasiswa UPI, khususnya anak BAQI, tengah disibukkan oleh Ujian Tengah Semesternya (UTS). Dengan tugas-tugas yang tenggang waktunya saat UTS, sedikit banyak mempengaruhi jadwal kegiatan kita sehari-hari dengan bertambahnya satu beban lagi yaitu UTS. Luar biasa, bagaimana waktu kita tidak terbuang percuma meski mungkin karena terdesak deadline juga. Hal itu bagus memang, karena Dr. Aidh Al-qarni dalam bukunya “La Tahzan” menyebutkan bahwa : Bunuhlah setiap waktu kosong dengan ‘pisau’ kesibukan! Dengan cara itu, dokter-dokter dunia akan berani menjamin bahwa Anda telah mencapai 50% dari kebahagiaan. Lalu bagaimana jika sibuknya kita itu menjadikan kebutuhan akan ruhaniyah kita menjadi berkurang dan menipis? Tentu saja hal itu menjadi sebuah kerugian bagi kita.

Mengapa menjadi suatu kerugian? Karena jika keadaan ruhaniyah kita menipis, maka bagaimana bisa kita berjalan dengan tenang dimuka bumi ini, saat Allah mencukupi kebutuhan jasmaniyah kita, akan tetapi kita sendiri tak mampu menyempatkan waktu memenuhi kebutuhan ruhaniyah atau imaniyah kita sendiri? Na’udzubillah.


Hal ini berdasarkan pengalaman penulis sendiri. Bagaimana tugas-tugas itu mulai menyita waktu saya, untuk sekedar mengulang hafalan misalnya, rasanya begitu sulit. Akan tetapi saya bersyukur dipertemukan dengan orang-orang hebat di barisan ini. Saat hati mulai jemu dan tertunduk lesu karena kefuturan hati yang melanda jiwa, Allah kirimkan sepotong episode yang membuat kita terhenyak dan seolah dibangunkan kembali. Ya, salah satunya dengan memaksa kaki kita melangkah ke majelis ilmu atau menghadiri kajian. Itulah salah satu kebutuhan yang diperlukan hati, kebutuhan imaniyah kita dalam menjaga ketetapan hati menuju ridha-Nya.

Mengapa memaksakan? Karena Imam Al-Ghazali, seorang thabib jiwa yang amat ulung menerangkan tujuh cara yang selalu dipergunakan syetan dalam menyesatkan manusia. Ketujuh cara itu ialah : 1. Mencegah manusia beribadah, 2. Berusaha menanamkan keraguan di lubuk hati ketika beribadah, 3. Berusaha agar manusia tergesa-gesa dalam beribadah, 4. Menanamkan sifat riya, 5. Menanamkan sifat ujub, 6. Membisikan agar manusia tersesat kepda keriyaan dengan dalih bahwa perbuatan itu memang disuruh Allah mengerjakan secara terang-terangan, dan 7. Membisikan ke dalam hati manusia bahwa tidak ada gunanya ibadah kalau Alloh sudah mentakdirkan dia menjadi orang yang akan bebahagia. Dan tidak ada juga guna ibadah kalau Alloh sudah mentakdirkan celaka.

Sungguh, tipu daya syetan itu amat nyata. Membuat kita lalai, sombong dan angkuh, juga tak mau menerima nasihat. Jadi, memaksakan kaki kita melangkah ke majelis ilmu itu adalah upaya kita melawan bisikan dan godaan syetan. Sesungguhnya, orang terkuat itu adalah yang bisa menaklukan hawa nafsunya. Dengan demikian, tanyakanlah lagi pada hatimu, apa yang sudah kau lakukan untuk bisa menaklukan dinding tebal yang merapuhkan iman ini?
Jawabannya dikembalikan lagi pada hatimu. Karena sesungguhnya, kita tidak tahu dan tidak akan pernah tahu, amal mana yang menjadi jalan pengundang turunnya rahmat Allah, maka lakukanlah amal sekecil apapun itu.

Tetap semangat yang sedang maupun yang belum UTS, ingatlah bahwa diri yang merasa sibuk sesungguhnya sedang berangsur-angsur jauh dari kalam-Nya. Namun hati yang berhijrah semoga selalu istiqomah, Jiwa yang bersemangat menuntut ilmu semoga tak pernah jemu, dan diri yang berserah demi ridha-Nya, semoga berbalas surga.

Yang menulis ini bukan berarti yang paling mengerti akan hakikat keimanan sebenarnya, akan tetapi belajar menyampaikan yang kita ketahui itu semoga nantinya juga menjadikan kita selalu mawas diri. Membangun apa yang tidak kita yakini sebelumnya, jika hal itu sesuai syari’at maka mengapa tidak? Dan memperbaiki apa yang keliru dalam diri kita selama ini, tentunya akan semakin meningkatkan kehati-hatian dalam bersikap dan bertindak. Wallahua’lam.

Senja Jingga
Load disqus comments

0 komentar